PENDAHULUAN
Latar Belakang
Darah merupakan cairan tubuh pada suatu jaringan yang beredar
dalam sistem pembuluh darah. Darah ikut serta dalam setiap fungsi utama dari
badan, didalam setiap organ dan dalam setiap jaringan Selanjutnya dijelaskan
bahwa fungsi utama darah adalah mengangkut zat-zat makanan dan oksigen ke
segala macam bagian tubuh, sebagai sarana dimana sisa hasil metabolisme tubuh
diangkut dan dibuang, mengangkut hormon-hormon dari kelenjar endokrin dan
bahan-bahan entermedier dari satu tempat ke tempat lain.
Sifat-sifat darah bervariasi, darah memiliki kemampuan
untuk mengkerut (krenasi) jika bereaksi dengan larutan hipertonis, namun
sebaliknya darah akan mengalami pemecahan
(hemolisa) jika bereaksi dengan
larutan hipotonis.
Secara umum golongan darah manusia diletakkan berdasarkan jenis antigen dan
antibodi yang terkandung dalam darah manusia diantaranya yaitu golongan darah
A, B, AB, dan O. Pada manusia pengetahuan golongan darah memudahkan penggunaan
darah dalam transfusi darah. Oleh karena jumlahnya yang banyak dari golongan
darah, maka jumlah kombinasinya sangat besar. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilaksanakannya praktikum Darah II
(Hemolisa,. Krenasi, dan Darah V
(Golongan Darah dan Tekanan Darah).
Tujuan dan Kegunaan
.A. Tekanan Darah
Tujuan dari praktikum Tekanan Darah
adalah untuk mengetahui proses atau cara perhitungan tekanan darah pada manusia
baik sistole maupun distole.
Kegunaan dari praktikum Tekanan
Darah adalah untuk membandingkan tekanan darah pria dan wanita serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
B.
Penggolongan Darah
Tujuan dari praktikum Penggolongan
Darah adalah untuk mengetahui golongan darah pada manusia berdasarkan ada
tidaknya aglutinogen dan aglutinin dalam darah.
Kegunaan dari praktikum Penggolongan
Darah adalah untuk mengetahui penentuan golongan darah pada manusia berdasarkan
sistem ABO.
C.
Hemolisa dan Krenasi
Tujuan
dari praktikum Hemolisa dan Krenasi adalah untuk mengetahui pengaruh larutan
hipotonis, isotonis dan hipertonis terhadap terjadinya hemolisa dan krenasi
pada sel darah merah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tekanan
Darah
Presistole adalah waktu permulaan kontraksi atrium sampai
ke permulaan kontraksi ventrikel. Diastole adalah periode dimana atrium atrium
dan ventrikel berada dalam keadaan istirahat sedangkan sistole yaitu urutan
awal kontraksi ventrikel. Presistole adalah waktu permulaan kontraksi atrium sampai
ke permulaan kontraksi ventrikel. Diastole adalah periode dimana atrium atrium
dan ventrikel berada dalam keadaan istirahat. Sistole yaitu urutan awal kontraksi
ventrikel. (Sonjaya, 2010).
Tingkat
rendahnya tekanan darah tergantung pada kondisi seseorang dan dipengaruhi pula
oleh berbagai macam faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Adapun tekanan
darah normal yaitu sebesar 120/80.
Lanjut dikatakan bahwa tekanan darah dapat turun dengan cepat bila terjadi
pendarahan atau kehilangan darah. Kekurangan zat makanan juga menyebabkan tekanan
darah rendah. (Frandson, 1992).
Adapun
cara pengukuran tekanan darah dapat diukur melalui alat spygnomanometer dan
stetoskop. Pada manusia tekanan darah dapat ditentukan dengan menggunakan alat
spygnomanometer. Hal ini dilakukan dengan cara mendengarkan arteri pada arah
distal dari caff yang dikembangkan. (Frandson, 1992).
B.
Golongan Darah
1. Golongan
Darah Menurut Sistem ABO
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan
jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membrane sel darah merah. Dua
jenis penggolongandarah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus
(factor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain
antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari
golongan yang btidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfuse imunologis
yang berakibat anemia, hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian (Anonima,
2011).
Pada permulaan abad ini (tahun 1990 dan 1901), K. Landsteiner menemukan
bahwa penggumpalan darah (aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit
seseorangdicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang lain
campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi,
maka Landsteiner membagi orang menjadi tiga golongan darah yaitu A, B, dan O.
Golongan yang keempat jarang sekali dijumpai yaitu golongan darah AB, telah
ditemukan oleh dua mahasiswa Landsteiner dalam tahun 1902, yaitu A.V.Von
Decastello dan A. Sterli. Dikatakan bahwa antigen atau aglutinogen yang dibawah
oleh eritrosit orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti atau
antibody atau agglutinin yang dibawah oleh serum darah. Dikenal dua macam
antigen yaitu antigen A dan antigen B. Sedangkan zat antinya dibedakan atas
anti A dan anti B. Orang yang memiliki antigen A tidak memiliki anti A,
dimasukkan kedalam golongan darah A. Orang yang tidak memiliki antigen A maupun
antigen B, tetapi memiliki anti A dan anti B di dalam plasma dimasukkan dalam
darah O. Untuk menghindari jangan sampai terjadi penggumpalan darah sebelum
dilakukan transfuse darah, baik si pemberi dan penerima diperiksa (Suryo,
1995).
Pada membran sel darah menjadi merah terdapat berbagai antigenyang disebut
agglutinogen. Sampai sekarang telah diketahui lebih dari 300 jenis antigen yang
terdapat pada permukaan membran sel darah merah. Yang paling penting untuk
diketahui adalah aglutinogen A dan aglutinogen B, serta factor Rhesus atau Rh.
Aglutinogen A dan B juga terdapat pada kelenjar saliva, pancreas, ginjal, hati,
sperma dan cairan amnion. Aglutinogen ini ditemukan secara genetic dan hal ini
akan menentukan jenis golongan darah seseorang
Golongan darah dan Genotipnya
Golongan Darah
|
Genotip
|
Aglutinogen
|
Aglutinin
|
O
|
OO
|
-
|
Anti-A dan anti B
|
A
|
AA atau OA
|
A
|
Anti-B
|
B
|
BB atau OB
|
B
|
Anti-A
|
AB
|
AB
|
A dan B
|
-
|
Dari tabel diatas dapat
dilihat bahwa seseorang dengan golongan darah O tidak membentuk aglutinogen,
sedangkan golongan darah B mempunyai 2 jenis aglutinogen. Jadi dasar
penggolongan darah menurut system ABO tergantung dari ada tidaknya aglutinogen
A atau B. Didalam plasma darah terdapat antibodi yang merupakan gama globulin,
disebut agglutinin ini akan menyerang aglutinogen baik secara alamiah maupun
terjadi akibat transfuse darah dari golongan darah yang tidak sama. Bila hal
tersebut terjadi, akan terjadi proses egglutinasi atau penggumpalan darah.
Aglutinasi akan menyebabkan sel darah akan menyumbat kapiler diseluruh tubuh,
dan sesudah beberapa waktu sel akan membengkak dan mengalami rupture, dan
melepaskan Hb ke dalam sirkulasi. Reaksi ini disebut reaksi hemolisis (Yusuf,
1995).
2. Golongan
Darah Rhesus (Rh)
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan
factor Rhesus atau factor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet
jenis Rhesus yang diketahui memiliki factor ini pada tahun 1940 oleh Karl
Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki factor Rh dipermukaan sel darah
merahnya memiliki golongan darah Rhesus atau Rh-, mereka yang
memiliki factor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki factor Rh+.
Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan darah ABO.
Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai meskipun pada
daerah tertentu golongan darah A lebih dominant, dan ada pula beberapa daerah
dengan 80% populasi dengan golongan darah B (Anonima, 2011).
Di samping antigen dan system ABO, antigen dari system Rh mempunyai anti
klinis yang sangat penting. Faktor Rh yang dinamai sesuai dengan nama monyet
rhesus karena antigen ini pertama kali diteliti dengan menggunakan darah
binatang ini adalah suatu sistem yang terutamanya mengandung atau tersusun dari
C, D, E. Meskipun sebenarnya mengandung banyak lagi. Tidak seperti antigen ABO,
sistem ini belum pernah dideteksi di jaringan selain sel darah meraj. Lokus
golongan darah Rh tersusun atas dua molekul yang terkait antibodi Rh jarang
timbul secara alamiah. Sebagian besar bersifat imun, antibodi tgersebut
sebagian dahasilkan dari transfusi atau kehamilan sebelumnya. Anti D
bertanggung jawab untuk sebagian besar masalah subyek secara sederhana menjadi
Rh-D positif dan Rh negatif (Ganon, 2004).
3. Sisten
Golongan Darah Lain
Sistem golongan darah lain memiliki lebih sedikit kepentingan klinis.
Walaupun antibodi alamiah sistem P.lewis dan MN lazim dijumpai, antibodi
tersebut biasanya hanya bereaksi pada suhu rendah sehingga tidak dapat
menimbulkan masalah klinis. Antibodi imun terhadap antigen sistem-sistem
tersebut jarang terdeteksi. Walaupun secara immunogenik sebanding lebih jarang
ditemukan sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi isomunisasi kecuali pada
pasien yang mendapat transfusi multipel (Watson, 2002).
C.Hemolisa dan Krenasi
Hemolisis adalah
pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium
sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh
antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan
tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan
pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll (Anonimb, 2011).
Hemolisa merupakan pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin besar di
dalam medium dapat bebas dan berada di sekelilingnya. Kerusakan membran
eritrosit dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke
dalam aliran darah. Penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur
kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan akan menyebabkan rapuh karena ketuaan
dalam sirkulasi darah dan lain-lain. Apabila medium disekitar wajah atau
permukaan eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl), maka
medium tersebut akan masuk kedalam eritrosit melalui membran yang bersifat
semipermeabel dan dapat berakibat sel eritrosit mengembang. Bila membran tidak
kuat lagi menahan tekanan yang ada dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel
itu akan pecah dan akibatnya hemoglobin akan bebas melalui sekelilingnya.
Sebaliknya bila eritrosit akan menuju keluar eritrosit, akibatnya eritrosit
akan keriput atau krenasi. Keriput ini dapat dikembalikkan dengan cara
menambahkan cairan isotonis (Anonimb, 2011).
Bila sel dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak
atau mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi perubahan
osmosis, yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Larutan
NaCl 0,9% atau dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis.
Larutan
isotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat diinfuskan kedalam
darah tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel
dan intrasel ( Siregar, 1995).
Terjadinya hemolisis
disebabkan oleh pecahnya dinding eritrosit sebagai akibat dari menurunnya
tekanan osmotik plasma darah. Hal ini akan menyebabkan masuknya air ke dalam
sel darah secara osmosis melalui dinding yang semipermeabel sehingga sel darah
merah akan membengkak. Keadaan ini menyebabkan peregangan dinding eritrosit
yang akhirnya akan menyebabkan pecahnya dinding eritrosit dan hemoglobin larut
dalam media sekelilingnya (Putra, 2009).
Ada dua
faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya
hemolisa yaitu (Koesoema, 2009) :
- Faktor Instrinsik (Intra Korpuskuler).
Biasanya merupakan kelainan bawaan,
diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b) Kelainan molekul hemoglobin, c)
Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit.
Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan
kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal,
sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler
tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut akan
mudah hancur atau lisis.
- Kelainan Faktor Ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler)
Biasanya merupakan kelainan yang didapat
(aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor immune dan non immune, bila
eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel
eritrosit tersebut menjadi lebih cepat ,sebaliknya bila eritrosit pasien dengan
kelainan ekstra korpuskuler di transfusikan pada orang normal maka sel
eritrosit akan secara normal.
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar
pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik karena kehilangan
air melalui osmosis. Secara etimologi krenasi berasal dari bahasa yunani yakni
“Crenatus”. Krenasi terjadi karena lingkungan hipertonik (sel memiliki
larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan disekitar
luar sel. Osmosis menyebabkan pergerakan air keluar dari sel yang dapat
menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya, sebagai akibat sel mengecil atau
mengkerut (Anonimb, 2011).
Krenasi merupakan proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan
hipotonis dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa
osmosis yang menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel
menjadi berkurang atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan
yaitu plasmolisis dimana sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam
larutan hipertonik. Krenasi ini dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan
cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (Watson, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi krenasi adalah (Anonimc,
2011) :
1.
Faktor lingkungan hipertonik (sel memiliki larutan dengan konsentrasi
yang lebih rendah dibandingkan larutan di sekitar luar sel),
2.
osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air keluar
dari sel, menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel mengecil.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
Waktu
dan Tempat
Praktikum
Fisiologi Ternak Dasar Darah II dan V mengenai Hemolisa dan Krenasi, Golongan
Darah dab Tekanan Darah dilaksanakan pada hari Jumat, 11 Maret 2011, pukul 14.00
sampai selesai, di Laboratorium Fisiologi Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi
Praktikum
Alat
yang digunakan pada Praktikum Darah II dan V adalah mikroskop, lancet, glas
obyek, cover glas, gelas arloji, tabung reaksi dan raknya, pipet tetes dan
stopwatch.
Bahan
yang digunakan pada Praktikum Darah II dan V adalah sampel darah yang telah
ditambah antikoagulan (Na-Citrat 3,8 %), larutan NaCl 0,9 %, 5 %, dan 3 %,
serum anti A, serum anti B, serum anti D, aquades, alkohol, kapas, darah
manusia,
Metode
Praktikum
A.
Tekanan Darah
Tekanan
darah arteri brachialis pada berbagai macam sikap
-
Berbaring terlentang
Menyuruh orang percobaan terlentang 10 menit, dan
memasang manset di lengannya. Mencatat
tekanan darahnya.
-
Duduk
Menyuruh orang percobaan yang sama duduk dengan tenang
selama 3 menit. Mencatat tekanan darahnya.
-
Berdiri
Orang percobaan berdiri tenang 2-3 menit. Mencatat
tekanan darahnya.
Tekanan
darah arteri brachialis pada berbagai macam kerja
-
Kerja otak
Menyuruh orang yang sama memecahkan satu soal hitungan
yang agak sulit. Menghitung tekanan darahnya.
-
Kerja otot
Menyuruh pada orang yang sama melakukan kerja otot selma
1 menit. Mencatat tekanan darahnya.
B. Penggolongan Darah
Dua buah objek glass yang bersih dan kering masing-masing
ditetesi satu tetes darah. Selanjutnya objek glass pertama ditetesi serum anti
A, sedang yang lainnya dengan serum anti B. Mengaduk dengan hati-hati, sehingga
darah bercampur dengan baik secara makro maupun mikroskopis. Dan perhatikan perubahan
yang terjadi.
B.
Hemolisa
dan Krenasi
Mengambil
3 buah tabung reaksi (A, B, C) kemudian mengisinya dengan masing- masing 1cc
darah kemudian menambahkan pada tabung A 3 cc aquadest, pada B: 3 cc NaCl 3%
dan C dibiarkan seperti semula, kemudian mengambil setetes darah yang telah
dicampur dan meletakkannya di atas gelas objek kemudian mengamatinya di bawah
mikroskop. Menuangkan dari tiap-tiap tabung sejumlah darah yang sama banyaknya
ke dalam 3 buah gelas arloji dan memperhatikan gelas arloji tersebut di atas
dasar hitam dan di atas dasar putih (kertas putih yang tidak ada hurufnya).
Mengambil masing-masing setetes dar gelas arloji tadi dan meletakkannya di
atas objek glass dan mengamatinya di
bawah mikroskop dan secara makroskopik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Tekanan Darah
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai
golongan darah yang telah dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4 .
Tekanan Darah pada Perempuan dan Laki-laki
Kelompok
|
Kegiatan
|
Baring
|
Duduk
|
Berdiri
|
Lari
|
L
|
P
|
L
|
P
|
L
|
P
|
L
|
P
|
1
|
120/60
|
120/70
|
120/80
|
110/70
|
110/80
|
120/80
|
120/70
|
120/80
|
2
|
110/60
|
100/60
|
110/70
|
100/60
|
110/70
|
100/60
|
130/80
|
120/80
|
3
|
110/60
|
100/60
|
140/70
|
100/60
|
110/50
|
110/50
|
130/60
|
120/60
|
∑
|
340/180
|
320/190
|
370/220
|
310/190
|
330/200
|
330/190
|
380/210
|
360/220
|
Rata-rata
|
113,3/60
|
106,6/63,3
|
123,3/73,3
|
103,3/63,3
|
110/66,6
|
110/63,3
|
126,6/70
|
120/73,3
|
Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar,
2011.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa pada laki-laki rata-rata dihasilkan tekanan
darah tertinggi pada saat melakukan aktivitas lari yaitu 126,6/70, sedangkan tekanan darah terendah
diperoleh pada saat berdiri
yaitu 110/66,6. Sedangkan pada perempuan diperoleh hasil tekanan
darah tertinggi rata-rata pada saat lari yaitu 120/73,3 dan hasil rata-rata
tekanan terendah pada saat duduk yaitu 103,3/63,3 . Tingkat rendahnya
tekanan darah tergantung pada kondisi seseorang dan dipengaruhi pula oleh
berbagai macam faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam.
Tingginya angka tekanan darah
pada saat lari disebabkan karena faktor kelelahan. Adapun
tekanan darah normal laki-laki yaitu 120/80 dan pada perempuan yaitu 110/80 Hal
ini sesuai dengan pendapat Fanderson (1992) yang menyatakan bahwa darah yang normal
yaitu 120/80. Lanjut dikatakan bahwa tekanan darah dapat turun dengan cepat
bila terjadi pendarahan atau kehilangan darah. Kekurangan zat makanan juga
menyebabkan tekanan darah rendah. Adapun cara pengukuran tekanan darah dapat diukur melalui
alat spygnomanometer dan stetoskop. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson
(1992) yang menyatakan bahwa pada manusia tekanan darah dapat ditentukan dengan
menggunakan alat spygnomanometer. Hal ini dilakukan dengan cara mendengarkan
arteri pada arah distal dari caff yang dikembangkan.
Penggolongan Darah
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai
golongan darah yang telah dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar 2. Hasil
Pengamatan Darah dalam Gelas Arloji
LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
|
|
Keterangan Darah : Keterangan
Darah
Nama : Dian Nama : Ahmad Dahlan
Umur : 19 thn Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Golongan Darah : A Golongan
Darah : B
|
Sumber : Data Hasil
Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2011.
Berdasarkan hasil pengamatan
mengenai golongan darah, diperoleh golongan darah untuk laki-laki yaitu B karena pada saat diberikan aglutinin atau
serum anti A, darah terlihat menggumpal dan
serum
anti B, sel darah merah tidak terjadi aglutinasi atau darah tidak menggumpal.
Hal ini disebabkan karena golongan darah B memiliki anti A, dan aglutinogen B. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sonjaya
( 2010 ), yang menyatakan
bahwa dikatakan golongan darah B jika mengandung aglutinogen B pada sel-selnya
dan mengandung agglutinin A pada plasmanya.
Aglutinogen ini ditemukan secara genetik dan hal ini akan
menentukan jenis golongan darah seseorang, untuk lebih jelasnya diperhatikan
pada tabel di bawah ini ;
Tabel. 5. Penggolongan darah manusia
Golongan Darah
|
Genotip
|
Aglutinogen
|
Aglutinin
|
O
|
OO
|
-
|
Anti A dan anti B
|
A
|
AA atau OA
|
A
|
Anti-B
|
B
|
BB atau OB
|
B
|
Anti-A
|
AB
|
AB
|
A dan B
|
-
|
Dari
tabel penggolongan darah di atas, dapat dilihat bahwa seseorang dengan golongan
darah O tidak membentuk aglutinogen, sedangkan golongan darah B mempunyai 2
jenis aglutinogen. Jadi dasar penggolongan darah menurut system ABO tergantung
dari ada tidaknya aglutinogen A atau B. Didalam plasma darah terdapat antibodi
yang merupakan gama globulin, disebut agglutinin ini akan menyerang aglutinogen
baik secara alamiah maupun terjadi akibat transfuse darah dari golongan darah
yang tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, akan terjadi proses egglutinasi
atau penggumpalan darah. Aglutinasi akan menyebabkan sel darah akan menyumbat
kapiler diseluruh tubuh, dan sesudah beberapa waktu sel akan membengkak dan
mengalami rupture, dan melepaskan Hb ke dalam sirkulasi. Reaksi ini disebut
reaksi hemolisis (Yusuf, 1995).
Golongan darah pada manusia dan hewan
didefinisikan sebagai jumlah dari semua antigen serological, factor golongan
darah, yang melekat pada membrane sel darah merah. Antigen adalah senyawa
kimia, biasanya protein yang bila disuntikkan ke suatu individu yang kekurangan
antigen tersebut, akan menyebabkan pembentukan senyawa khusus yang
menetralisasi antigen, disebut antibodi. Bila antigen diletkatkan terhadap sel
darah merah, reaksi antigen/antibodi menyebabkan kerusakan membrane sel dan
melepaskan hameoglobin, Hal ini diketahui sebagai awal pembentukan antibody
golongan darah, dapat ditentukan dengan mencampur sel darah merah dalam larutan
garam isotonic dalam serum tang diketahui mengandung antibodi. Jika terjadi
aglutinasi atau hemolisis golongan darah yang sesuai dapat ditentukan (Sonjaya,
2010).
C.
Hemolisa dan Krenasi
1.
Secara Makroskopik
Berdasarkan
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai hemolisa
dan krenasi yang telah
dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar
3.
Pengamatan pada Sel Darah Merah Secara Makroskopis
LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
|
A B C
|
Keterangan
:A. Satu tetes darah + NaCl 0,15% →
Terjadi Hemolisa
B. Satu tetes darah + NaCl 0,9% → Tidak
terjadi Hemolisa dan
Krenasi
C. Satu tetes
darah + NaCl 3% → Terjadi
Krenasi
|
Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2011.
Berdasarkan gambar yang ada di atas pada sampel A yang
telah diberikan satu tetes darah kemudian ditambah dengan larutan hipotonis
yaitu NaCl dengan konsentrasi 0,15 % menyebabkan sel menjadi bengkak karena
larutan yang ada di sekitar sel memiliki konsentrasi yang lebih kecil dari pada
konsentrasi larutan yang dikandung di
dalam sel sehingga menyebabkan cairan yang ada di luar sel masuk ke dalam sel.
Pada sampel B, darah ditambahkan dengan larutan isotonik atau larutan NaCl yang
berkonsentrasi 0,9 % . dengan penambahan larutan isotonik pada sel tidak
menyebabkan terjadinya konsentrasi yang dikandung dalam sel sehingga tidak
terjadi hemolisa dan krenasi karena larutan yang ada di luar sel seimbang
dengan cairan yang dikandung di dalam sel. Pada sampel C, darah ditambahkan dengan
larutan naCl dengan konsentrasi 3 % mengakibatkan sel menjadi mengkerut karena
konsentrasi larutan yang ada di luar sel lebih tinggi dari pada konsentrasi
yang terkandung di dalam sel sehingga cairan yang ada di dalam sel tertarik ke
luar, dan menyebabkan sel menjadi mengkerut atau biasa disebut dengan krenasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf ( 1995 ) yang menyatakan bahwa larutan yang apabila sel dimasukkan ke dalamnya akan
menyebabkan sel menjadi bengkak disebut larutan hipotonis, disebabkan karena
osmolaritas cairan ekstrasel akan berkurang dan cairan ekstrasel akan masuk
kedalam sel. Larutan NaCl yang
konsentrasinya kurang dari 0,9% disebut larutan hipotonis. Dan menurut pendapat
Gani ( 1995 ) yang menyatakan bahwa larutan hipertonis merupakan larutan yang
bila sel dimasukkan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi mengkerut oleh
karena osmolalitas cairan ekstrasel akan meningkat dan menyebabkan osmosis air
keluar dari sel menuju ke cairan ekstrasel. Kemudian menurut Siregar (1995),
yang menyatakan bahwa bila sel
dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak atau
mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi perubahan
osmosis, yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Larutan
NaCl 0,9% atau dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis. Larutan isotonis
mempunyai arti klinik yang penting karena dapat diinfuskan kedalam darah tanpa
menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel dan intrasel
( Siregar, 1995).
2. Secara Mikroskopis
Berdasarkan
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai hemolisa
dan kreasi yang telah
dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar
4.
Pengamatan pada Sel Darah Merah Secara Mikroskopis
LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
|
Hemolisa
Krenasi
|
|
Preparat : Darah
Manusia
Perbesaran : 40X
Keterangan : A.
Darah + NaCl 3 %
B. Darah + NaCl
0,9 %
C.
Darah + NaCl 0,15 %
|
Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar,
2011
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan melalui
bantuan mikroskop terlihat pada sampel A sel mengalami krenasi, sel menjadi mengkerut
disebabkan karena larutan yang ada disekitarnya bersifat hipertonis. Pada
sampel B, sel tidak mengalami krenasi ataupun hemolisa karena konsentrasi yang
ada di dalam sel seimbang dengan konsentrasi yang ada di luar sel. Pada sampel
C, sel mengalami hemolisa disebabkan karena larutan yang ada di luar sel
bersifat hipotonis, sehingga menyebabkan cairan yang ada di luar sel masuk ke
dalam sel. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992), yang menyatakan
bahwa larutan yang berkonsentrasi tinggi akan menyebabkan sel darah mengalami krenasi, sedangkan air yang masuk ke dalam sel darah akan menyebabkan
pembengkakan dan kemudian sel darah merah akan mengalami hemolisa. Tetapi jika
keadaan cairan dalam sel dengan di luar sel seimbang maka tidak akan terjadi
hemolisa dan krenasi.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan praktikum mengenai Darah II dan V,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
·
Tekanan
darah yang normal yaitu 120/80 pada wanita dan 110/80 pada pria. Dari percobaan praktikum mengenai tekanan
darah dengan melakukan aktivitas duduk, berdiri, lari, baring dan berfikir
didapatkan hasil tekanan darah yang berbeda-beda, sehinnga dapat disimpulkan
bahwa aktivitas juga dapat mempengaruhi tekanan darah.
·
Golongan
darah yang diperoleh adalah golongan darah laki-laki yaitu B dan perempuan
yaitu A. Pada manusia penggolongan darah
didasarkan atas ada tidaknya aglutoinogen dan aglutinin dalam darah. Ada empat macam golongan darah yaitu A, B, AB, dan O. Golongan darah lebih ditentukan oleh faktor
genetik oleh karena itu alasan satu manfaat tes golongan darah adalah untuk
menentukan hubungan kekeluargaan. Selain itu, juga digunakan untuk kepentingan
transfusi darah.
·
Hemolisa
sempurna adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga
hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Pada lingkungan
hipotonis (akuades), sel menyerap air, membengkak dan pecah disebut hemolisis. Sedangkan krenasi adalah bila
eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar
menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput.
Saran
Saran
untuk laboratorium yaitu sebaiknya alat dan bahan dilengkapi dan alat-alat yang sudah mulai rusak sebaiknya cepat
diganti agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar.
Saran
untuk Asisten yaitu sebaiknya menjelaskan hasil dari praktikum agar praktikan
lebih mengerti lagi mengenai praktikum yang dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimb,
2009. Hemolisa dan Krenasi. http;//wikipedia.org/wiki/ hemolisa dan krenasi/03-02-2009/html, di akses
pada tanggal 11 maret 2011, Makassar
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi keperawatan_edisi kedua. Gadjah
Mada. University Press. Yogyakarta.
Ganon. 2004. Fisiologi Kedokteran.
Penerbit Buku Kedokteran:Jakarta.
Gani. 1995. Neuro
Fisiologi_edisi ketiga. Bagian ilmu faal. Fakultas
Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Koesoema, A. 2009. Klasifikasi Etiologi dan Aspek Laboratorik
pada Anemi Hematolik. http://faktor-hemolisa.pdf. diakses pada tanggal 11 Maret 2011,
Makassar.
Siregar. 1995. Neuro
Fisiologi_edisi kelima. Bagian ilmu faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sonjaya. 2010. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Suryo. 1995. Biologi Edisi Ke Lima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Watson, R. 2002. Anatomi dan fisiologi untuk
perawat_edisi ke dua. ECG. Jakarta.
Yusuf. 1995. Fisiologi Sel Dan Cairan
Tubuh. Bagian Ilmu Faal. Fakultas Kedokteran. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI
TERNAK DASAR
DARAH II DAN V
NAMA
:
Muh Faisal Saade
NIM : I 11 111 131
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : MUH. AMIN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012